Oleh : P' De
Bapak Habiburrohman (tapi bukan Habiburrohman penulis terkenal
itu lho) seorang pegawai kecil dalam sebuah perusahaan swasta nasional
yang kehidupannya juga serba pas-pasan, namun beliau sangat mengutamakan
kasih sayang terhadap keluarga dan anaknya. Istrinya bernama Siti
Sholeha adalah istri yang sangat tahu tentang suaminya baik ketulusan
dan kasih sayangnya bahkan tentang penghasilan suaminya yang hanya
pas-pasan, sebagai seorang istri yang sholehah dia berusaha sebisa
mungkin untuk dapat meringankan beban suaminya, dia membuka warung
kelontong di depan rumahnya yang kebutulan rumahnya berada dekat
persimpangan jalan yang banyak lalu-lalang orang dan hasilnya cukup
lumayan. Baik pak Habiburrohman maupun bu Siti Sholeha keduanya adalah
orang tua yang sangat memperhatikan aqidah dan pendidikan anaknya.
Anaknya yang bernama Qolbi Salim Furqon yang semata wayang itu sejak TK
sudah di sekolahkan pada TK Islam Terpadu, ketika masuk SD juga
dimasukan pada SD Islam Terpadu, dan sekarang sudah tingkat sekolah
menengah pertama, Pak Habiburrohman dan Bu Siti Sholeha telah bersepakat
untuk memilih pondok pesantren yang berbasis kuat pada hafalan
Al-Qur’an, beliau berharap ketika keluar dari pondok anaknya bisa hafidz
Qur’an, dan bisa kuliah di Al-Azar mesir yang merupakan cita-cita Pak
Habiburrohman yang tidak kesampaian bisa dilanjutkan anak kesayangannya.
Pada hari peringatan Isro Mi’roj Nabi Muhammad SAW, yang bertepatan pada
hari Rabu tanggal 29 Juni 2011 merupakan hari libur nasional yang
berturut turut dengan hari libur sekolah akhir smester. Pak
Habiburrohman memanfaatan hari libur itu untuk menjemput anaknya, beliau
berangkat hari Selasa sore sepulang kerja berharap Rabu pagi-pagi sudah
dapat membawa pulang anaknya yang sudah hampir tiga bulan belum pulang,
Bu Siti Sholeha juga sudah kangen pada anaknya.
Pada hari Rabu pagi Bu Siti Sholeha melihat dagangannya sudah menipis,
beliau bergegas pergi kepasar untuk belanja. Betapa terkejutnya ketika
pulang dari pasar di teras rumahnya telah duduk tiga orang laki-laki
yang tidak dikenalnya sama sekali, dia berpakaian serba putih berjanggut
panjang dan terlihat agak kecapaian seperti orang yang habis melakukan
perjalanan jauh, dalam hatinya dia berkata siapa mereka.....?
jangan-jangan orang yang mau berbuat jahat, kalau melihat gaya dan
penampilannya bukanlah orang yang jahat, namun demikian Bu Siti Sholeha
tetap saja masuk ke halaman dengan hati deg-degan. Sebagai seorang
muslimah dia tahu syari’ah yang datang harus mengucapkan salam pada yang
duduk, yang sedikit harus mengucapkan salam pada yang banyak, walau
dengan hati yang deg-degan, setelah hampir mengijak teras Bu Siti
Sholeha mengucap “Assalamu’alaikum” --- ”Wa’alaikum Salam Warohmatullohi Wabarokatuh” jawab ketiga orang itu serempak, seketika itu pula rasa kawatir Bu Siti Sholeha langsung berkurang.
Sambil membuka pintu rumahnya Ibu Siti Sholeha bertanya “Maaf ... bapak-bapak ini siapa...?, kelihatannya habis melakukan perjalanan jauh dan sangat letih”,
belum sempat dijawab oleh tamu yang tidak diundang itu pintu rumah
sudah terbuka Ibu Siti Sholeha segera masuk menaruh barang bawaannya dan
membenahi bantal kecil yang ada di kursi ruang tamu, lalu balik lagi
keluar dan mengulangi pertanyaannya “Maaf ... bapak-bapak ini siapa...?, didalam hati ada kebimbangan mempersilahkan masuk atau tidak, akhirnya dengan basi-basi berucap “silahkan masuk”. Tamu itu tidak menjawab pertanyaan Ibu Siti Sholeha malah balik bertanya “apakah suami ibu ada di rumah”...? “tidak.., Bapak lagi menjemput anak kami di pesantren, tapi sebentar lagi beliau akan datang karena sudah sejak kemarin” jawab ibu Siti Sholeha ........ “Maaf Bu kami tidak boleh masuk ke rumah seseorang yang di dalam rumah hanya ada seorang perempuan, kami tunggu di sini saja”
jawab tamu itu. Semakin tenanglah perasaan Ibu Siti Sholeh namun juga
semakin penasaran siapakah sebenarnya tamu itu dan ada perlu apa dia
mencari suaminya.
Ibu Siti Sholeha lalu masuk ke rumahnya dan ketika keluar lagi
ditangannya sudah ada satu nampan terlihat gelas berisi air sirup merah
dan beberapa toples makanan ringan untuk memuliakan tamu suami
tercintanya “silahkan bapak-bapak, adanya cuma air”, “terimakasih ibu semoga barokah”
jawab sitamu, lalu Ibu Siti Sholeh masuk lagi untuk menyiapkan masakan
kesukaan anaknya yang sudah cukup lama tidak merasakan lezatnya masakan
ibunya.
Beberapa saat kemudian Bapak Habiburrohman beserta anaknya datang lewan
pintu samping, sehingga tidak tahu kalau diterasnya sudah ada tamu yang
menunggunya, “Assalamu’alaikum” mendengar salam yang tidak asing lagi ditelinganya, pasti itu suara anaknya dengan sepontan Ibu Siti Sholeha menjawab “Wa‘alaikum Salam”
sambil jalan cepat menuju datangnya suara dan langsung dipeluk dan
diciumi putra semata wayangnya itu untuk melepaskan kangennya, sampai
lupa tidak menyampaikan pada suaminya kalau di teras sudah ada tamu yang
menunggunya.
Setelah melepaskan rindu dan kasih sayang pada anaknya Ibu Siti Sholeha
langsung menyiapkan makan, tidak lupa makanan kesukaan anaknya dan
kesukaan suaminya dan kebetulan makanan kesukaan anak dan bapak itu sama
yaitu garang asem dan jamur goreng tepung. “Nak ayo makan ini sudah ibu sediakan makanan kesukaanmu”, ibu Siti Sholeha langsung menuju ke kamar ternyata Pak Habiburrohman lagi tiduran “Pak ayo makan dulu itu si Furqon sudah menunggu”
lalu Pak Habiburrohman bangun dan langsung menuju ke meja makan, betapa
terkejutnya setelah sampai di meja makan sudah tersedia makanan
kesukaannya, yang lebih membuat terkejut lagi karena disediakan semuanya
serba lebih dari biasanya. Bu...! ini kok buanyaaak sekali...? Bu Siti Sholeha baru teringat ketika memasak tadi juga diperuntukkan bagi ketiga tamunya.
“Ooh iyaa pak sampai lupa diteras ada tiga orang tamu babak yang menunggu dari tadi”, “siapa..”?, tanya pak Habiburrohman “dan kenapa tidak di suruh masuk..?” “sudah saya tanya dan saya suruh masuk pak tapi beliau tidak mau, nungu sampai bapak datang” jawab istrinya. “Kalau begitu suruh mereka masuk dan kita makan bersama”. Ibu Siti Sholeha keluar menemui tamunya “maaf bapak-bapak, suami saya sudah datang, silahkan masuk ditunggu di meja makan” tamunya menjawab “maaf
bu kami tidak bisa masuk bersamaan, harus satu saja, tolong sampaikan
kepada suami ibu, saya bernama Manuju Kekuasaan, yang di kiri saya ini
bernama Pambawa Kekayaan, dan yang di kanan saya ini bernama Rahmad
Kasih Sayang, mana yang di suruh masuk..?” lalu ibu Siti Sholeha masuk lagi dan menyampaikan kepada suaminya tentang hal tersebut. Pak Habiburrohman lantas memilih “kalau begitu suruh masuk si Manuju Kekuasasan”
sesuai dengan kebiasaan dan tabiat seorang laki-laki biasanya
menginginkan kekuasaan bisa di raihnya. Ternyata Ibu Siti Sholeha punya
pendapat lain “kenapa tidak si Pambawa Kekayaan saja” keinginan Ibu
Siti Shoileha ini juga merupakan manifestasi sebuah kebiasaan seorang
perempuan yang biasanya selalu menginginkan harta yang berlimpah. Tidak
mau kalah ternyata si Qolbi Salim Furqon putranya, sesuai namanya hati
yang selamat yang bisa membedakan antara yang haq dengan yang batil dia
mengusulkan kepada orang tuanya “Pak, Bu.., kenapa tidak si Rahmad
Kasih Sayang saja, aku ingin keluarga ini penuh kasih-sayang diantara
kita dan bisa menjadi keluarga sakinah mawadah wa rohmah” apa
artinya jadi penguasa kalau itu membatasi ruang gerak kita dan
menyempitkan makna sebuah keluarga dan apa gunanya kaya-raya kalau
membuat kita lupa akan rahmad dan kasih sayang-Nya, lalu kedua orang
tuanya saling berpandangan sejenak dan tanpa disadari keduanya
menganggukan kepalanya pertanda setuju dengan usulan anaknya.
Saat ini Pak Habiburrohman yang keluar, begitu melangkahkan kakinya dari pintu rumah langsung mengucap “Assalamu’alaikum” jawab ketiga orang itu serempak ”Wa’alaikum Salam Warohmatullohi Wabarokatuh” lalu Pak Habiburrohman berjabat tangan dengan ketiganya dan menanyakan kepada tamunya “siapa
yang bernama Rahmad Kasih Sayang, karena keluarga kami menghendaki
Rahmad Kasih Sayang yang pada kesempatan ini bisa makan bersama kami
sesuai permintaan kalian”.
Orang yang di tengah itu menjawab seolah-olah sebagai juru bicaranya “
yang disebelah kanan saya bernama Rahmad Kasih Sayang, sedang yang di
kiri saya bernama Pambawa Kekayaan kalau saya bernama Manuju Kekuasaan.
Bila bapak memilih Rahmad Kasih Sayang maka kami semua harus ikut masuk” terkejutlah Pak Habiburrohman “istri saya tadi bilang katanya kalian tidak bisa masuk bersama-sama kenapa sekarang ingin masuk bersama-sama..?” Manuju Kekuasaan menjawab “perlu
Bapak ketahui bahwa saya (Manuju Kekuasaan red) disamping saya seorang
buta juga seorang yang pelupa, saya hanya bisa bicara dan banyak janji
setelah itu saya lupa semuanya, sehingga tidak mungkin saya bisa
memenuhi janji saya dan saya juga tidak akan bisa memberikan manfaat
apapun kalau tidak bersama Rahmad Kasih Sayang, begitu juga si Pambawa
Kekayaan dia juga seorang buta, disamping buta dia juga tuli dan tidak
punya saudara, diapun tidak mungkin bisa hidup dengan baik kalau dia
tidak bersama dengan Rahmad Kasih Sayang, sedang Rahmad Kasih Sayang
adalah saudara angkat yang sangat baik bagi kami berdua, dia selalu
sabar, selalu tersenyum, tidak banyak bicara namun selalu mengingatkan
bila kami berdua berbuat kesalahan. Yang jelas kami berdua tidak mungkin
dipisahkan dari saudara kami Rahmad Kasih Sayang, kecuali bapak memilih
saya (Manuju Kekuasaan red) atau memilih Pambawa Kekayaan sehingga
salah satu dari kami masih bersama dan mendapat bimbingan dari Rahmad
Kasih Sayang. Kalau saya bersama Pambawa Kekayaan maka kami berdua
sama-sama buta pasti jalan kami akan selalu bertabrakan, tidak tahu
arah, dan tidak tahu qiblat, maka hidup kami pasti akan berantakan dan
sia-sia.