Penghafal kitab suci Al-Qur’an berperan strategis di masyarakat. Mereka menjadi imam masjid dan mushalla baik di kota besar maupun pedalaman. Mereka menjadi pendakwah yang hidup bersama masyarakat di seluruh Indonesia.
Ketua Umum DPP Ikatan Persaudaraan Qari-Qariah dan Hafiz-Hafizah, Said Agiel Hussein al-Munawwar menyatakan mereka berperan sebagai figur. Masyarakat kerap merujuk berbagai permasalahan kepada mereka.
Tidak hanya permasalahan agama yang menjadi bidang mereka, hafiz dan qari juga kerap terlibat dalam memecahkan problem sosial. “Ini yang terjadi sejak dulu,” katanya dalam seminar internasional tentang Al-Qur’an di Masjid Istiqlal, Jakarta, Jumat (13/9).
Penghafal Al-Qur’an kerap memiliki kemampuan membaca kitab suci tersebut dengan menggunakan lagu yang indah didengar. Kemampuan seperti ini menarik perhatian masyarakat luas.
Warga Indonesia yang beragama Islam sangat menghormati mereka karena dinilai menguasai ilmu-ilmu keislaman. Penghafal Al-Qur’an akhirnya dicintai dan disayangi. Apa yang mereka katakan menjadi rujukan masyarakat.
Ketum DPP IPQAH ini menyatakan di tangan mereka Islam didakwahkan sebagai agama yang toleran. Islam mereka dakwahkan sebagai solusi konflik sosial misalkan. Ketika ada bentrokan antar kelompok di kampung, maka merekalah yang hadir untuk mendamaikan masyarakat.
Selain itu, mereka juga dituntut untuk melahirkan generasi penerus bangsa yang cinta Al-Qur’an. Mereka mengajarkan anak-anak mengaji. Setelah pintar mengaji, mereka kemudian mengajarkan anak-anak untuk mampu mengamalkan Al-Qur’an.
“Alhamdulillah, pemerintah baik pusat maupun daerah memberikan penghargaan lebih kepada mereka,” kata Said.
Di Kalimantan Selatan, paparnya, tidak kurang dari 200 qari dan penghafal Al-Qur’an mendapat bantuan uang insentif Rp 1,5 juta setiap bulan. Kemudian masih ada ratusan, bahkan ribuan lagi yang mendapat bantuan.
Saat ini, berdasarkan data IPQAH, tidak kurang dari 48 ribu penghafal Al-Qur’an tersebar di seluruh Indonesia. Mereka adalah alumni perguruan tinggi dalam dan luar negeri.
Ada yang lahir dari perguruan tinggi di Arab Saudi, Mesir, Yordania, dan berbagai negara di Timur Tengah. Ada juga yang berasal dari pendidikan perguruan tinggi dalam negeri, yaitu universitas Islam negeri dan institut studi Islam di seluruh Indonesia.
Wakil Menteri Agama, Nasaruddin Umar, menyatakan pemerintah terus melakukan pembinaan, karena mereka mengharumkan nama bangsa di dunia internasional. Dia menyatakan masyarakat tidak usah takut atau khawatir untuk menjadi hafiz dan qori.
Para penghafal Al-Qur’an awalnya berperan sebagai imam masjid. “Hafalan mereka bagus sekali,” paparnya. Tidak hanya itu, suara mereka indah didengar. Ketika membaca Al-Qur’an suara mereka membuat hati masyarakat tersentuh, menangis.