Oleh : Romadhon AS*
E-mail : mr.dont@rocketmail.com
Memasuki
tahun ajaran baru 2014/2015 sudah didepan mata, sekolah mulai sibuk menyiapkan
seperangkat yang berkenaan dengan tahun ajaran baru ini. Mulai seragam hingga
sumber daya manusianya yang terus didongkrak guna memenuhi tuntutan implementasi
kurikulum 2013. Pembekalan Implementasi kurikulum 2013 tahun ini juga terus
digulirkan mulai dari pelatihan guru inti hingga guru sasaran diasah guna
menyiapkan guru yang professional sebagimana yang menjadi harapan pemerintah
(lihat permendikbud no.81A tahun 2013).
Perubahan
kurikulum terus dikembangkan selama zaman ini terus bergulir. Perubahan zaman
juga turut andil dalam perkembangan dunia pendidikan. Kurikulum yang menjadi
ruh pendidikan tidak bisa berdiri sendiri. Sebagus apapun model kurikulum yang
dikembangkan jika pelaku dilapangan tidak siap untuk menjemput perubahan, maka
sejatinya hanya sampai pada tataran konseptual saja. Disinilah esensitas
perubahan kurikulum adalah ada pada guru. Jika pelaku utama kurikulum ini
(guru) tidak disiapkan sejak awal, pendidikan pun akan terus menjadi “quo vadis
pendidikan Indonesia?”.
Bukan
suatu keniscayaan perubahan kurikulum selalu terkesan ganti menteri ganti pula
kurikulumnya. Sebenarnya hal ini menjawab tantangan era abad 21 yang semakin
nampak persaingan global apa lagi Indonesia di tahun 2020 mendapatkan bonus
demografi, artinya dalam era bonus demografi akan terjadi titik balik di mana
orang yang berusia produktif menanggung orang yang tidak produktif yang
jumlahnya semakin mengecil. Diperkirakan, era bonus demografi akan terjadi
bersamaan ketika ekonomi Indonesia tumbuh menjadi kekuatan ekonomi dunia. Hal
ini lah yang membuat salah satunya untuk menyiapkan generasi emas sebagai wujud
untuk menyongsong pasar bebas, maka generasi itu perlu disiapkan dengan
pendidikan berkualitas.
Pendidikan
berkualitas bukan yang memasang tarif diluar kemampuan, tentu bukan sekedar
meluluskan 100%, bukan sekedar dapat ijazah bahkan bukan sekedar sekolahnya
yang terakreditasi sangat baik sekalipun. Pendidikan yang berkualitas dimana
seluruh stakeholder terlibat aktif dalam peningkatan mutu pendidikan dan tenaga
kependidikan yaitu sekolah melakukan open manajemen agar apa yang menjadi
kebutuhan dilapangan (civil society)
mampu diserap dengan baik sehingga sinergitas sekolah dengan masyarakat
berjalan seirama dan berkesinambungan.
Mengutip
tulisan Sumarna Surapranata (dalam majalah DIKBUD-edisi mei 2013) yang
mengungkapakan bahwa “Pendidikan yang bermutu hanya dapat diraih jika memiliki
guru yang bermutu pula, yaitu guru
profesional, bermartabat, dan sejahtera”. Guru dengan kriteria tersebut adalah
guru yang tidak hanya mampu menyiapkan generasi saat ini tetapi juga mampu
menyiapkan generasi yang memiliki kecerdasan sosial dan emosional yang tinggi,
kemandirian dan daya saing menghadapi tantangan masa depan.
Sebenarnya
masih menjadi misterius persoalan guru yang professional, apakah mereka
(guru.red) yang telah lulus sertifikasi kemudian dinobatkan sebagai guru yang
professional dengan dimilikinya sertifikat profesi? siapakah yang berhak
memberikan penilaian tersebut? Lantas bagaimana guru yang sama sekali belum
tersertifikasi atau bahkan yang mengalami diskriminatif karena persoalan
idealisme guru tidak sesuai dengan kehendak sekolah atau dinas terkait? Inilah
pertanyaan yang sangat fundamental yang perlu dijawab oleh pemangku kebijakan
di Republik ini. Sering kali kita terjebak pada aturan yang sama sekali belum
merepresentasikan masyarakat bawah, sehingga kita sering mengatakan “sam’an wa thoatan” alih-alih cari
selamat untuk dirinya sendiri yang berimbas pada minimnya perhatian kepada
peserta didik.
Kondisi
seperti inilah yang kemudian masih menghantui dikalangan para pendidik. Jika
hal ini dibiarkan begitu saja, rasanya sulit untuk mengharapkan guru yang
professional. Padahal guru professional
dan kreatif adalah agen perubahan bangsa. Jika melihat ciri-ciri guru
professional menurut agus sampurno (lihat http://gurukreatif.wordpress.com)
yakni (1). Selalu punya energi untuk
siswanya. Disinalah seorang guru yang baik menaruh perhatian pada siswa di
setiap percakapan atau diskusi dengan mereka. Guru yang baik juga punya
kemampuam mendengar dengan seksama. (2).
Punya tujuan jelas untuk Pelajaran. Disinilah seorang guru yang baik
menetapkan tujuan yang jelas untuk setiap pelajaran dan bekerja untuk memenuhi
tujuan tertentu dalam setiap kelas. (3).
Punya keterampilan mendisiplinkan yang efektif. Disinilah seorang guru yang
baik memiliki keterampilan disiplin yang efektif sehingga bisa mempromosikan perubahan perilaku positif di
dalam kelas. (4). Punya keterampilan
manajemen kelas yang baik. Disinilah seorang guru yang baik memiliki
keterampilan manajemen kelas yang baik dan dapat memastikan perilaku siswa yang
baik, saat siswa belajar dan bekerja sama secara efektif, membiasakan
menanamkan rasa hormat kepada seluruh komponen didalam kelas. (5). Bisa berkomunikasi dengan Baik Orang
Tua. Disinilah seorang guru yang baik menjaga komunikasi terbuka dengan
orang tua dan membuat mereka selalu update informasi tentang apa yang sedang
terjadi di dalam kelas dalam hal kurikulum, disiplin, dan isu lainnya. Mereka
membuat diri mereka selalu bersedia memenuhi
panggilan telepon, rapat, email, twitter dan sekarang BBM maupun
facebook. (6). Punya harapan yang tinggi
pada siswa. Disinilah seorang guru yang baik memiliki harapan yang tinggi
dari siswa dan mendorong semua siswa dikelasnya untuk selalu bekerja dan
mengerahkan potensi terbaik mereka. (7).
Pengetahuan tentang Kurikulum. Disinilah seorang guru yang baik memiliki
pengetahuan mendalam tentang kurikulum sekolah dan standar-standar lainnya.
Mereka dengan sekuat tenaga memastikan
pengajaran mereka memenuhi standar-standar itu. (8). Pengetahuan tentang subyek yang diajarkan. Hal ini mungkin
sudah jelas, tetapi kadang-kadang diabaikan. Seorang guru yang baik memiliki
pengetahuan yang luar biasa dan antusiasme untuk subyek yang mereka ajarkan.
Mereka siap untuk menjawab pertanyaan dan menyimpan bahan menarik bagi para
siswa, bahkan bekerja sama dengan bidang studi lain demi pembelajaran yang
kolaboratif. (9). Selalu memberikan yang
terbaik untuk anak-anak dan proses
Pengajaran. Disinilah seorang guru yang baik bergairah mengajar dan bekerja
dengan anak-anak. Mereka gembira bisa mempengaruhi siswa dalam kehidupan mereka
dan memahami dampak atau pengaruh yang mereka miliki dalam kehidupan siswanya,
sekarang dan nanti ketika siswanya sudah beranjak dewasa. (10). Punya hubungan yang berkualitas dengan Siswa. Disinilah
seorang guru yang baik mengembangkan hubungan yang kuat dan saling hormat
menghormati dengan siswa dan membangun hubungan yang dapat dipercaya.
Selain
yang dipaparkan diatas ada hal yang lebih urgen menurut penulis yakni guru yang
idealis baik secara sikap mapun ideologi. Hal ini akan mendorong terbentuknya
generasi yang tegas, kuat dan kreatif dimasa yang akan datang. Karena masa yang
akan datang jangan ada generasi pembebek (ikut-ikutan) tanpa mengkaji dan mempertimbangkan
efek yang terjadi baik perkembangan budaya, pikiran dan pergaulan. Sikap
idealis dan ideologis itu merupakan perwujudan nilai-nilai falsafati pendidikan
itu sendiri yakni memanusikan manusia agar manusia Indonesia menjadi manusia
yang siap bersaing kapan saja dan dimanapun berada. Semoga bermanfaat!