Kata Christmas (Natal) yang artinya Mass of Christ atau disingkat Christ-Mass, diartikan sebagai hari untuk merayakan kelahiran "Yesus". Perayaan yang diselenggarakan oleh non-Kristen dan semua orang Kristen ini berasal dari ajaran Gereja Kristen Katholik Roma. Tetapi, dari manakah mereka mendapatkan ajaran itu? Sebab Natal itu bukan ajaran Bibel (Alkitab), dan Yesus pun tidak pernah memerintah para muridnya untuk menyelenggarakannya. Perayaan yang masuk dalam ajaran Kristen Katholik Roma pada abad ke-4 ini berasal dari upacara adat masyarakat penyembah berhala.
Karena perayaan Natal
yang diselenggarakan di seluruh dunia ini berasal dari Katholik Roma, dan tidak
memiliki dasar dari kitab suci, maka marilah kita dengarkan penjelasan dari
Katholik Roma dalam Catholic Encyclopedia, edisi 1911, dengan judul
: Christmas, kita akan menemukan kalimat yang berbunyi sebagai
berikut :"Christmas was not among the earliest festivals of
Church...the first evidence of the feast is from Egypt. Pagan
customs centering around the January calends gravitated to Christmas".
Artinya : "Natal bukanlah upacara Gereja yang
pertama….melainkan ia diyakini berasal dari Mesir. Perayaan yang
diselenggarakan oleh para penyembah berhala dan jatuh pada bulan Januari,
kemudian dijadikan hari kelahiran Yesus".
Awal muasal tahun baru 1 Januari jelas dari praktik penyembahan kepada dewa matahari kaum Romawi. Kita ketahui semua perayaan Romawi pada dasarnya adalah penyembahan kepada dewa matahari yang disesuaikan dengan gerakan matahari.
Sebagaimana yang kita ketahui, Romawi yang terletak di bagian bumi sebelah utara mengalami 4 musim dikarenakan pergerakan matahari. Dalam perhitungan sains masa kini yang juga dipahami Romawi kuno, musim dingin adalah pertanda ’mati’ nya matahari karena saat itu matahari bersembunyi di wilayah bagian selatan khatulistiwa. Sepanjang bulan Desember, matahari terus turun ke wilayah bagian selatan khatulistiwa sehingga menjadikan musim dingin pada wilayah Romawi, dan titik terjauh matahari adalah pada tanggal 21-22 Desember setiap tahunnya. Lalu mulai naik kembali ketika tanggal 25 Desember. Matahari terus naik sampai benar-benar terasa sekitar 6 hari kemudian.
Awal muasal tahun baru 1 Januari jelas dari praktik penyembahan kepada dewa matahari kaum Romawi. Kita ketahui semua perayaan Romawi pada dasarnya adalah penyembahan kepada dewa matahari yang disesuaikan dengan gerakan matahari.
Sebagaimana yang kita ketahui, Romawi yang terletak di bagian bumi sebelah utara mengalami 4 musim dikarenakan pergerakan matahari. Dalam perhitungan sains masa kini yang juga dipahami Romawi kuno, musim dingin adalah pertanda ’mati’ nya matahari karena saat itu matahari bersembunyi di wilayah bagian selatan khatulistiwa. Sepanjang bulan Desember, matahari terus turun ke wilayah bagian selatan khatulistiwa sehingga menjadikan musim dingin pada wilayah Romawi, dan titik terjauh matahari adalah pada tanggal 21-22 Desember setiap tahunnya. Lalu mulai naik kembali ketika tanggal 25 Desember. Matahari terus naik sampai benar-benar terasa sekitar 6 hari kemudian.
Karena itulah Romawi merayakan rangkaian acara
’Kembalinya Matahari’ menyinari bumi sebagai perayaan terbesar. Dimulai dari
perayaan Saturnalia (menyambut kembali dewa panen) pada tanggal
23 Desember. Lalu perayaan kembalinya Dewa Matahari (Sol Invictus) pada tanggal 25 Desember sampai
tanggal 1-5 Januari yaitu Perayaan Tahun Baru (Matahari Baru).
Beberapa sikap seorang muslim terhadap perayaan natal dan tahun baru:
1. Tidak
diperbolehkan kaum muslimin memberikan respon di dalam bentuk apapun yang
intinya ada unsur dukungan, membantu atau memeriahkan perayaan orang kafir,
seperti: iklan dan himbauan, menulis ucapan, menyablon/membuat baju bertuliskan perayaan yang dimaksud, membuat cinderamata
dan kenang-kenangan, membuat dan mengirimkan kartu ucapan selamat, membuat buku
tulis, memberi keistimewaan seperti hadiah/diskon khusus di dalam perdagangan, ataupun (yang banyak terjadi) yaitu mengadakan lomba olah raga di dalam rangka
memperingati hari raya mereka. Kesemua ini termasuk di dalam rangka membantu
syiar mereka.
2. Kaum
muslimin tidak diperbolehkan beranggapan bahwa hari raya orang kafir seperti
tahun baru (masehi), atau milenium baru sebagai waktu penuh berkah (hari baik)
yang tepat untuk memulai babak baru di dalam langkah hidup dan bekerja, di
antaranya adalah seperti melakukan akad nikah, memulai bisnis, pembukaan
proyek-proyek baru dan lain-lain. Keyakinan seperti ini adalah batil dan hari
tersebut sama sekali tidak memiliki kelebihan dan keistimewaan di atas
hari-hari yang lain.
3. Dilarang
bagi umat Islam untuk mengucapkan selamat atas hari raya orang kafir, karena
ini menunjukkan sikap rela terhadapnya di samping memberikan rasa gembira di
hati mereka. Berkaitan dengan ini Ibnul Qayim rahimahullah pernah berkata: "Mengucapkan selamat terhadap syiar dan simbol khusus orang kafir sudah
disepakati keharamannya seperti memberi ucapan selamat atas hari raya mereka,
puasa mereka dengan mengucapkan, "Selamat hari raya (dan yang semisalnya),
meskipun pengucapnya tidak terjerumus ke dalam kekufuran, namun ia telah melakukan
keharaman yang besar, karena sama saja kedudukannya dengan mengucapkan selamat
atas sujudnya mereka kepada salib. Bahkan di hadapan Allah, hal ini lebih besar
dosanya daripada orang yang memberi ucapan selamat kapada peminum khamar,
pembunuh, pezina dan sebagainya. Dan banyak sekali orang Islam yang tidak
memahami ajaran agamanya, akhirnya terjerumus ke dalam hal ini, ia tidak
menyadari betapa besar keburukan yang telah ia lakukan. Dengan demikian, barang
siapa memberi ucapan selamat atas kemaksiatan, kebid'ahan dan lebih-lebih
kekufuran, maka ia akan berhadapan dengan murka Allah". Demikian ucapan
beliau rahimahullah!
4. Setiap muslim harus merasa bangga
dan mulia dengan hari rayanya sendiri termasuk di dalam hal ini adalah kalender
dan penanggalan hijriyah yang telah disepakati oleh para shahabat Radhiallaahu 'anhu, sebisa mungkin kita pertahankan penggunaannya, walau mungkin lingkungan
belum mendukung. Kaum muslimin sepeninggal shahabat hingga sekarang (sudah 14
abad), selalu menggunakannya dan setiap pergantian tahun baru hijriyah ini,
tidak perlu dengan mangadakan perayaan-perayaan tertentu.
Secara akidah mengikuti
perayaan tahun baru dengan cara hura-hura, foya-foya dan maksiat adalah tidak
dibenarkan di dalam Ajaran Islam. Pergantian malam baru hendaknya kita
manfaatkan diri untuk bermuhasabah dan mengintrospeksi diri. Bermuhasabah
bermakna melakukan evaluasi dan bersikap kritis kepada diri sendiri, apa yang
kurang dan tahun ke depan akan menjadi langkah perbaikan. Introspeksi
diri melakukan renungan tentang umur,
harta, kesempatan, dan waktu yang ada. Untuk apa umur kita selama ini? Dari
mana kita memperoleh harta dan ke mana harta tersebut kita keluarkan? Bagaimana
kita memanfaatkan kesempatan yang ada? Dan dengan apa kita mengisi waktu hidup
ini?.
Nabi mengajarkan kepada kita untuk muhasabah lewat sabdanya; “Orang
yang beruntung adalah orang yang menghisab dirinya serta beramal untuk
kehidupan setelah kematian. Sedangkan orang yang lemah adalah orang yang
mengikuti hawa nafsu serta berangan-angan terhadap Allah Subhanahu Wata’ala.” (HR.
Turmudzi).
Sungguh
merugi jika dalam pergantian tahun banyak saudara-saudara kita melewatkan
dengan hal-hal yang tiada berguna, plesir, berpacaran, berfoya-foya, berdugem
dan menghambur-hamburkan uang untuk sekedar membunyikan petasan, kembang api,
membeli terompet dll. Alangkah baikya jika uang yang kita tabung untuk hari esok,
dan kita ganti aktifitas yang lebih baik, seperti renungan, muhasabah, mabit,
taruna melati dan lain-lain. Wallahu’alam bisshowab.
Hendaklah kita selalu menasihati diri kita sendiri dan berusaha sekuat tenaga menyelamatkan diri dari apa-apa yang menyebabkan kemurkaan Allah dan laknatNya. Hendaklah kita mengambil petunjuk hanya dari Allah dan menjadikan Allah sebagai satu-satunya penolong.