Imam Syafi’i yang memiliki nama asli Muhammad bin Idris ini lahir di Gaza, Palestina. Beliau lahir dari ibu salehah yang bersuamikan lelaki saleh. Keduanya sangat menjaga diri dari hal-hal yang diharamkan oleh Allah Ta’ala. Sang ibu adalah sosok yang tuli dari mendengarkan percakapan maksiat, bisu dari mengatakan keburukan dan kesia-siaan, dan lumpuh dari melangkahkan kaki menuju tempat dosa.
Ditinggal wafat oleh sang ayah, Imam Syafi’i menjalani hidup sebagai yatim bersama ibunda tercinta. Melalui madrasah sang ibu inilah, beliau berkembang menjadi sosok yang faqih, ‘alim, ahli ibadah, dan menguasai banyak cabang keilmuan, seperti fiqih, hadits, syair, dan lain sebagainya.
Meski menjalani hidup dalam keprihatinan yang sangat luar biasa, hal itu tak mengurangi semangat dan keseriusannya dalam menuntut ilmu. Karenanya, di usia yang belum baligh, beliau sudah layak menyampaikan fatwa kepada kaum Muslimin di zamannya. Beliau juga menjadi salah satu murid kebanggan Imam Malik bin Anas yang menjadi panutan madzhab Malikiyah.
Dalam perjalanan hidupnya, Imam Syafi’i pun menjadi sosok panutan. Bahkan, madzhab Syafi’iyah yang dinishbatkan kepadanya menjadi madzhab yang paling banyak diikuti oleh kaum Muslimin negeri ini. Selain itu, beliau juga terkenal dengan sebutan ‘Penolong Sunnah’ dan amat masyhur dengan kalimat-kalimat motivasi ukhrawi yang dituliskan dalam bentuk syair.
Misalnya, “Siapa yang tak sanggup menanggung beratnya ujian menuntut ilmu, maka ia akan menanggung beratnya hidup dalam kebodohan.” Di sepanjang hidupnya, beliau juga banyak menulis kitab. Bahkan, sebagai wujud baktinya kepada ibu, beliau menulis kitab monumental yang dinamai al-Umm.
Di dalam buku Kepada Aktivis Muslim, Dr. Najih Ibrahim mengatakan, “Pemilik himmah yang tinggi akan menjadikan syair yang selalu digemakan oleh Imam Syafi’i berikut ini sebagai motto hidupnya.”
SELAMA AKU HIDUP, AKU PASTI BISA MAKAN
DAN JIKA AKU MATI, AKU PASTI KEBAGIAN KUBURAN
SEMANGATKU ADALAH SEMANGAT PARA RAJA
JIWAKU ADALAH JIWA MERDEKA
YANG MEMANDANG KEHINAAN ADALAH KEKAFIRAN.
Setelah muraja’ah al-Qur’an dan hafalan hadits Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, senantiasalah ingat kalimat ini sebagai penyemangat hidup agar terus berjuang di jalan Allah Ta’ala. Allahu Akbar!
Sumber : kisahikmah.com