Di antara kisah-kisah yang perlu diluruskan terkait para Nabi dan Rasul serta dakwahnya adalah kisah Qabil dan Habil. Pasalnya, kisah ini banyak diselewengkan oleh oknum-oknum yang tidak berilmu atau musuh-musuh Islam yang sengaja mendistorsi ajaran Islam yang mulia. Di antara yang paling masyhur terkait kisah ini, bahwa Qabil membunuh adiknya, Habil, hanya karena wanita. Padahal, ada hal lain yang lebih penting dan luput diceritakan.
Berdasarkan al-Qur’an
Oleh karena itu, jika hendak mengetahui kisah ini secara detail dan runut, maka kaum Muslimin harus merujuknya kepada sumber yang senantiasa jernih, telaga yang tak pernah keruh, dan berita yang senantiasa benar hingga akhir zaman, al-Qur’an al-Karim.
Di antara ayat yang megisahkan Qabil dan Habil adalah surat al-Maidah [5] ayat 27-31. Allah Ta’ala berfirman yang artinya,
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil), “Aku pasti membunuhmu!.” Berkata Habil, “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa. Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu. Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam. Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka. Dan yang demikian itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim.” Maka hawa nafsunya (Qabil) menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya. Sebab itu, dibunuhlah ia (Habil). Maka jadilah ia (Qabil) seorang di antara orang-orang yang merugi. Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat saudaranya (Habil). Berkata Qabil, “Aduhai celaka aku. Mengapa aku tidak mampu berbuat seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?” Karena itu, jadilah dia (Qabil) seorang di antara orang-orang yang menyesal.
Menafsirkan rangkaian ayat yang panjang ini, Imam Ibnu Katsir menjelaskan dalam Tafsirnya, “Allah Ta’ala menjelaskan buruknya akibat kejahatan, kedengkian, dan kezaliman dalam kisah dua orang putra Nabi Adam ‘Alaihis salam dari keturunannya langsung.”
Terkait nama kedua anak Nabi Adam ‘Alaihis salam itu, Imam Ibnu Katsir menyatakan, “Jumhur ulama sepakat bahwa nama kedua anak Nabi Adam itu adalah Qabil dan Habil
Kronologi Kisah yang Beredar
Setiap kali hamil, istri Nabi Adam (Hawa) melahirkan dua anak kembar (laki-laki dan perempuan). Allah Ta’ala pun mensyariatkan agar menikahkan putra Nabi Adam dengan putrinya dari pasangan kembaran yang berbeda (bersilangan).
Qabil dilahirkan bersama dengan kembarannya yang berparas cantik. Sedangkan Habil dilahirkan bersamaan dengan kembarannya yang tidak terlalu cantik. Sesuai syariat tersebut, Qabil akan dinikahkan dengan saudara kembar dari Habil, begitu pun sebaliknya.
Namun, sebab mendapati istri yang tidak terlalu cantik, Qabil berkeinginan menikah dengan saudara kembarnya sendiri yang cantik. Karenanya, Nabi Adam tidak memberi izin kecuali setelah keduanya saling memberi kurban (persembahan) kepada Allah Ta’ala. Siapa yang kurbannya diterima, demikian petunjuk dari Nabi Adam, maka wanita itu menjadi miliknya.
Nah, kurban Habil diterima, sedangkan kurban Qabil tertolak.
Berdasarkan Hadits Nabi
Hadits yang akan kami ringkas dalam tulisan ini diriwayatkan oleh al-‘Aufi dari ‘Abdullah bin ‘Abbas. Sedangkan yang meriwayatkannya adalah Imam Ibnu Jarir ath-Thabari sebagaimana dikutip oleh Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya.
Saat itu belum ada orang miskin yang perlu disedekahi. Maka, dalam mempersembahkan kurban, Allah Ta’ala menerima kurban hamba-hamba-Nya dengan mengirimkan api untuk membakar apa yang dipersembahkan untuk-Nya. Kurban sendiri, saat itu, diniatkan untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Lalu tersebutlah dua orang hamba yang tengah duduk-duduk. Kemudian, satu di antara mereka berkata, “Bagaimana kalau kita mempersembahkan kurban?”
Keduanya pun sepakat. Orang pertama adalah seorang penggembala, sedangkan yang satunya adalah petani. Si penggembala memberikan persembahan berupa kambing kibas terbaik (paling gemuk) yang dimilikinya. Sedangkan si petani memberikan kurban berupa hasil pertaniannya.
“Lalu,” tutur Ibnu Jarir dalam riwayat ini, “datanglah api di antara kedua persembahan itu. Maka api itu melahap kambing yang gemuk dan membiarkan hasil tanaman tersebut.”
Melihat ini, si petani pun berkata dengan nada mengancam, “Apakah kamu berpikir bahwa aku akan membiarkanmu pergi dari tempat ini sehingga orang-orang mengetahui bahwa kurbanmu diterima dan kurbanku ditolak?”
“Demi Allah,” lanjutnya berapi-api, “orang-orang tidak akan melihatku karena engkau lebih baik dari diriku.” Lanjutnya sampaikan ancaman serius, “Aku akan membunuhmu.”
“Apa salahku?” tanya si penggembala. “Sesungguhnya,” terangnya berkata, “Allah Ta’ala hanya menerima kurban dari orang-orang yang bertakwa.”
Penjelasan Imam Ibnu Katsir
Setelah mengetengahkan atsar di atas dalam Tafsirnya, Imam Ibnu Katsir berkata, “Atsar ini memberikan pengertian bahwa persembahan kurban itu bukan disebabkan untuk memperebutkan seorang wanita sebagaimana yang diceritakan oleh sekelompok kaum Muslimin.”
Lanjutnya menjelaskan makna ayat surat al-Maidah [5] ayat 27, “Redaksi ayat tersebut menunjukkan bahwa ia (Qabil) marah dan dengki atas diterimanya kurban saudaranya (Habil), sedangkan kurbannya sendiri ditolak.”
Demikian kisah ini kami ketengahkan sebagai salah satu upaya memahamkan diri dan kaum Muslimin atas apa yang termaktub dalam al-Qur’an dan Sunnah yang lurus. Semoga Allah Ta’ala melindungi kita dari berbagai macam jenis kesalahan dalam memahami Islam yang amat mulia ini. Aamiin. [Pirman]
Sumber : http://kisahikmah.com/