Muhammad bin Idris atau yang lebih masyhur dengan panggilan Imam asy-Syafi’i Rahimahullah merupakan salah satu cahaya umat Islam sejak lahir hingga Hari Kiamat kelak. Murid Imam Malik bin Anas Rahimahullah ini sudah hafal al-Qur’an sejak usia 7 tahun, menghafal kitab hadits gurunya, al-Muwatha’, pada usia 9 tahun, dan diberi wewenang untuk mengeluarkan fatwa oleh ulama-ulama masa itu saat usianya baru 15 tahun.
Imam asy-Syafi’i Rahimahullah yang lahir dari keluarga miskin secara materi ini juga memiliki beberapa kebiasan positif yang layak diteladani oleh kaum Muslimin. Salah satunya adalah, Imam asy-Syafi’i sangat membenci perdebatan.
Padahal, beliau mampu melakukannya. Bahkan, jika dilihat dari keilmuannya, Imam asy-Syafi’i Rahimahullah dipastikan bisa mengalahkan siapa pun yang mendebatnya. Lantas, mengapa beliau membenci perdebatan?
Perdebatan tak bisa dielakkan dari dunia keilmuan fikih dan hadits yang beliau tekuni. Bahkan, banyak perdebatan yang berujung pada pertikaian hingga permusuhan tanpa ujung. Dalam perdebatan, masing-masing kelompok juga memiliki ambisi untuk memenangkan pendapatnya tanpa memperhatikan mana yang benar, lebih benar, dan paling benar.
“Merupakan penghinaan terhadap ilmu,” tutur Imam asy-Syafi’i sebagaimana dikutip oleh Syekh Salman al-Audah, “jika engkau melawan setiap orang yang mendebatmu dan membalas setiap orang yang membantahmu.”
Betapa mulia akhlak sang imam. Beliau memilih untuk menghindari perdebatan dengan terus memberikan pemahaman yang benar. “Jika Imam asy-Syafi’i sibuk berdebat,” terang Syekh Salman al-Audah dalam Bersama Imam Madzhab, “niscaya beliau tidak akan bisa menulis kitab ar-Risalah dan al-Umm serta kitab-kitab besar lainnya.”
Demikian inilah akhlak orang shalih yang takut kepada Allah Ta’ala dan meneladani sunnah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bahwa lisan memiliki peluang menggelincirkan seorang hamba hingga masuk ke dalam jurang neraka yang dipenuhi siksa.
Apalagi jika seseorang yang memenangkan perdebatan merasa sombong. Sedangkan setitik sombong di dalam diri seorang hamba merupakan sebab utama hingga seseorang dijebloskan ke dalam neraka.
Akan tetapi, masih menurut keterangan Syeikh Salman al-Audah, “Terkadang Imam asy-Syafi’i berdebat demi maslahat. Itu pun dengan menggunakan kata-kata yang terbatas, namun tepat sasaran.”
Camkan ini, wahai sebagian kaum Muslimin yang sibuk berdebat dengan saudaranya! Perhatikanlah, wahai kalian yang merasa paling benar. Apakah kalian lebih mafhum terkait agama ini di banding Imam asy-Syafi’i hingga sibuk menyalahkan setiap yang tidak sesuai dengan pemahanmu tentang agama ini?
Jangan sampai kesibukanmu untuk mendebat saudaramu menghalangi dirimu dari amal lain yang lebih besar manfaatnya. Jangan sampai pula sibuk debat hingga tak sempat menikah!
Wallahu a’lam.
Sumber : http://kisahikmah.com/